GKI Yasmin suatu masalah Agama??

Membaca artikel Tawaran solusi sengketa gereja di Bogor pagi ini membuat saya bertanya, apakah ini sebuah solusi dari suatu 'permasalahan' yang berlarut-larut selama ini??

Permasalahan ini dimulai saat penyegelan bangunan ibadah GKI Yasmin dengan alasan masalah perizinan. Saya kurang paham bagian perizinan mana yang menjadi masalah, tetapi ada berita yang menuliskan bahwa penolakan itu dikarenakan adanya pihak/ kelompok masyarakat yang menolak pembangunan tersebut, karena itu pemberian perizinan jadi dipertimbangkan.

Tetapi semua seharusnya menjadi lebih jelas ketika Mahkamah Agung telah mengeluarkan keputusan Nomor 127/PK/TUN/2009 yang isinya telah mencabut pembekuan IMB GKI Yasmin. Jadi bisa disimpulkan pencabutan/ penyegelan tersebut batal di mata hukum.

Tapi lagi-lagi yang menjadi masalah ketika Walikota Bogor, Diani Budiarto, tidak mengindahkan surat keputusan yang telah dikeluarkan oleh MA tersebut. Penyegelan tetap berlangsung dan umat masih tetap menjalakan ibadahnya di troroar.

Isu yang sempat berhembus mengenai akar masalah ini adalah perubahan nama jalan tempat berdirinya GKI Yasmin menjadi Jalan KH Abdullah bin Nuh. Nama salah satu tokoh umat Muslim ini dianggap tidak pantas menjadi tempat berdirinya suatu gereja. Mungkin karena alasain itu pemkot Bogor rela mengeluarkan biaya Rp 4,3 milliar (ada juga yang menuliskan 16 milliar) untuk mengembalikan uang pengurusan perizinan pembangunan gereja, membeli lahan dan bangunan tempat gereja saat ini berada, dan mencarikan lokasi baru untuk gereja (Yang ternyata juga ditolak oleh DPRD Bogor karena dianggap pengajuan anggaran tersebut tidak memiliki dasar hukum).

Padahal menurut Kiai Haji Muhammad ‘I Mustofa, putra dari KH Abdullah bin Nuh (yang disiarkan oleh Tvone, November 2011 lalu), ia tidak setuju dengan isu yang terhembus tersebut. Beliau menegaskan bahwa tidak ada satu pun dari empat putra Abdullah yang menentang pendirian GKI Yasmin karena nama jalan yang berubah. Tetapi beliau juga tidak menegaskan mendukung pembangunan tersebut, hanya tidak ingin isu nama disangkut pautkan dalam hal tersebut.

Kemudian setelah masalah ini berlarut-larut dan belum mendapatkan kejelasan, tiba-tiba muncul kabar bahwa Walikota Bogor menyatakan GKI Yasmin boleh dibuka kembali jika ada Masjid yang dibangun disebelahnya. Kelanjutan dan tanggapan dari pihak GKI dan pengacaranya tidak perlu saya tuliskan karena Anda bisa membacanya dari link diawal tulisan saya tadi.

Yang menjadi pemikiran saya adalah berarti memang bukan perizinan awal permasalah masalah tersebut. Ada isu SARA yang memang menjadi dasar dari permasalahan. Dan kepentingan mana yang menunggangin masih belum bisa saya pahami. Jadi percuma juga para ahli memberi pendapat bahwa ini bukan masalah SARA (yang saya rasa awalnya juga bukan), jika solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan pembanguan Masjid di sebelah Gereja. Atau mungkin solusi ini sengaja dilemparkan agar masalah ini menjadi isu SARA agar memecah perhatian masyarakat atau sengaja membuat pertikaian antar umat di Indonesia.

Pertikaian antar umat menjadi salah satu isu yang sangat pas untuk menciptakan ketidakstabilan di masyarakat. Masih ingat kasus Ahmadiyah, kasus pelanggaran HAM ini menjadi isu hangat di mata dunia yang belum bisa diselesaikan oleh pemerintah. Kalau dari selintingan isu yang saya dengar dari kicauan para wartawan, kasus Ahmadiyah bukanlah tidak bisa diselesaikan tetapi menjadi salah satu kasus yang sengaja diciptakan untuk meruntuhkan satu pihak kekuasaan. Tapi karena belum ada data konkrit akan hal itu jadi ga usah dibahas ya, saya takut salah data.

Jadi, kembali ke permasalahan awal tadi, sebenarnya jawabannya ada dimana? Di pemerintah dong yah, seharusnya pemerintah sebagai lembaga kekuasaan tertinggi sanggup menjadi jawaban pada masalah-masalah seperti ini. Tetapi bagaimana bisa menjadi jawaban jika keputusan MA tidak dipatuhi saja tidak mendapat tanggapan/ tindakan apa-apa. Lalu jika Mahkamah Agung tidak mempunyai kekuatan hukum untuk melakukan tindakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor, apa gunanya sebuah Mahkamah Agung? Dan jika suatu kota seperti Bogor tidak mau melaksanakan suatu keputusan oleh Mahkamah Agung, bagaimana dengan kota-kota lain nantinya? Mau jadi apa negara ini??

Kadang kalau dipikir-pikir sejak kapan ya masalah agama menjadi masalah di masyarakat Indonesia.. Bahwa kristen tidak boleh berteman dengan muslim atau dengan agama lain (dan sebaliknya).. Mengucapkan selamat untuk hari besar agama lain tidak diijinkan.. Apakah setiap agama sekarang berdiri dalam kontak esklusifnya masing-masing??

Memang agamaku tidak sama dengan agamamu, Tuhanku juga bukan Tuhanmu. Tetapi apakah Tuhanmu/ ku senang jika kita saling bermusuhan, membenci dan menyakiti satu sama lain?? Mari jawab sendiri masing-masing. Terima kasih.

p.s : Ini hanya pendapat saya semata jadi maaf jika berbeda dengan pemikiran Anda. Perbedaan itu indah, bukan??

Comments

Post a Comment

Popular Posts