(untitled)
23 tahun yang lalu
Seorang anak bertubuh mungil terisak di bangku gereja, kepalanya menunduk dengan tangan yang menutupi kedua matanya. Tubuhnya kurus dengan beberapa luka memar di tangan dan kakinya.
Seorang guru sekolah minggu mendatanginya dan bertanya kenapa ia menangis? Ia menjawab lirih apakah ia bisa bertemu dengan Tuhan dan memohon sebuah permohonan? Kakak itu lalu mengelus kepala kecilnya dengan lembut kemudian bertanya, permintaan apa yang hendak ia tanyakan. Si gadis kecil itu sekali lagi mengusap air matanya dan menjawab sambil terisak, "Bisakah Tuhan membawa ibunya pulang kembali??"
Ia tidak tahu kemana ibunya pergi dan alasan mengapa ia pergi. Yang ia ingat beberapa malam lalu ayah dan ibunya saling berteriak satu sama lain, saling melempar dan kemudian berteriak kembali tanpa henti. Ia yang bersembunyi di kamar mengintip dengan ketakutan kejadian mengerikan itu. Beberapa kali ia melihat ayahnya memukul ibunya hingga mengeluarkan darah dari mulutnya. Ia menangis melihat kejadian itu, ingin saat itu berlari memeluk ibu dan meminta ayahnya untuk berhenti memukul. Tetapi ia terlalu takut, kakinya gemetar, ia hanya menangis dan menangis, kemudian tertidur karena kelelahan mengeluarkan air mata semalaman.
Keesokan paginya ia berusaha mencari ibu, tapi ibu sudah tidak ada. Ia pergi ke kamar, ke ruang tamu, ke dapur bahkan ke ruang duduk tempat ibu biasa membaca majalah lama di sore hari. Tapi ia tidak menemukannya. Ia bertanya kepada ayahnya yang menjawab dengan sebuah tamparan di wajahnya, dia makin bingung dan ketakutan. Yang hanya ia tahu setelah itu, ia tidak bisa menemukan ibunya lagi.
Dimulai dari hari itu ayahnya makin kerap memukul dan memakinya. Kadang walaupun tidak ada salah ayahnya bisa menendang dan mengusirnya keluar rumah. Kadang juga ayah pulang dengan wanita yang tidak ia kenal, yang biasanya ia panggil tante, dan sepertinya ayah lebih sayang kepada tante daripada dirinya. Karena tante dipeluk dan dimanja ayah sedangkan jika ia datang ayah akan berteriak dan memaki atau memukul dirinya. Ada apa dengan ayah? Ia tidak mengerti, kenapa ayahnya berubah.
Yang ia bisa nalar dengan otak kanak-kanaknya saat itu adalah sifat ayah berubah mungkin karena ibu tidak di rumah. Jadi jika ibu sudah di rumah kembali ayah pasti akan seperti biasa kembali, tapi ibu tidak kunjung datang dan ayah makin mengerikan tiap hari. Karena itu ia berdoa kepada Tuhan untuk membawa ibunya pulang, ia ingin melihat ibunya di dapur dan menciumnya setiap waktu. Ia ingin menjemput ayahnya sepulang kerja dan bersandar di bahu ayahnya yang besar. Ia berjanji tidak akan nakal lagi, akan patuh dan mulai rajin membaca dan belajar, ia akan penuhi semua itu kepada Tuhan asalkan Tuhan membawa ibunya kembali ke rumah.
Kakak sekolah minggu itu tertegun mendengar kisahnya, tangannya membekap mulutnya, matanya penuh dengan air mata yang siap tumpah kapan saja. Ia kehabisan kata mendengar cerita polos dari anak usia enam tahun yang duduk di depannya. Ia hanya bisa memeluk anak itu dalam pelukan terhangatnya, memanjatkan sebuah doa agar keluarga mereka bisa bersatu kembali sambil berbisik.. "Tenang sayang, semuanya pasti akan baik-baik saja..."
18 tahun kemudian
Mila jatuh cinta untuk kesekian kalinya, tetapi yang ini berbeda menurutnya.. kali ini benar-benar membuatnya mabuk kepayang. Ia jatuh cinta pada pria tampan yang memikat hatinya dua bulan belakangan ini, sosok tegap dan besarnya membuat dirinya merasa aman setiap berada di dekat pria tersebut. Wajahnya, suaranya, kedewasaannya membuat Mila jatuh cinta setiap hari akan kekasihnya, ia benar-benar memujanya. Hatinya makin bergetar ketika pria tersebut menawarkan masa depan dan ia menyambut uluran itu. Ia sangat yakin untuk menghabiskan waktu dengannya sampai hingga selamanya.
Saat ini..
Ia terisak menahan aliran air mata yang terus membanjiri wajahnya, tubuhnya melemah karena pertengkaran yang tiada henti. Ia menunduk berusaha mengumpulkan kekuatan untuk bangkit, tetapi terlalu lemah dan terjatuh kembali. Samar-samar ia mendengar tangis di sisi kirinya, ia melihat dua malaikat kecilnya yang menangis di pojokan. Sedih jika melihat kenyataan bahwa mereka harus melihat keadaannya saat ini tapi ia tidak peduli, ia harus mempertahankan diri.
Ia bangkit dan mengusir sosok pria di depannya, pria yang dahulu di pujanya.. pria yang dahulu meyakinkannya untuk menghabiskan waktu bersama. Pria itu terlihat berang tetapi seperti kehabisan tenaga juga untuk beragumentasi lagi, ia meraung marah dan kemudian membanting pintu kemudian pergi. Salah satu malaikat kecil itu berusaha mengejar pria tersebut tetapi tangannya tak cukup tinggi untuk menggapai pegangan pintu.
Mila melemah, ia terduduk dan terjatuh kembali. Ia menahan semua emosinya untuk tidak berteriak dan menangis, ia ingin sendiri. Malaikat yang lain berusaha mendatanginya dengan terisak dan bertanya ada apa dengan kedua orang tuanya, Mila hanya menepis pelukan itu, meninggalkan kedua bocah itu terisak dan menyembunyikan dirinya dibalik pintu kamar. Ia ingin sendiri, menurutnya ia membutuhkan waktu untuk menyembuhkan hatinya.
Yang Mila tidak sadari adalah di balik pintu tempat ia bersembunyi ada dua hati yang lebih terluka. Dua hati yang tidak mengerti dan ketakutan akibat pertengkaran tersebut. Dua hati yang sangat terluka dan membutuhkan pelukan hangat kedua orang tuanya seperti dirinya dahulu.
Seorang anak bertubuh mungil terisak di bangku gereja, kepalanya menunduk dengan tangan yang menutupi kedua matanya. Tubuhnya kurus dengan beberapa luka memar di tangan dan kakinya.
Seorang guru sekolah minggu mendatanginya dan bertanya kenapa ia menangis? Ia menjawab lirih apakah ia bisa bertemu dengan Tuhan dan memohon sebuah permohonan? Kakak itu lalu mengelus kepala kecilnya dengan lembut kemudian bertanya, permintaan apa yang hendak ia tanyakan. Si gadis kecil itu sekali lagi mengusap air matanya dan menjawab sambil terisak, "Bisakah Tuhan membawa ibunya pulang kembali??"
Ia tidak tahu kemana ibunya pergi dan alasan mengapa ia pergi. Yang ia ingat beberapa malam lalu ayah dan ibunya saling berteriak satu sama lain, saling melempar dan kemudian berteriak kembali tanpa henti. Ia yang bersembunyi di kamar mengintip dengan ketakutan kejadian mengerikan itu. Beberapa kali ia melihat ayahnya memukul ibunya hingga mengeluarkan darah dari mulutnya. Ia menangis melihat kejadian itu, ingin saat itu berlari memeluk ibu dan meminta ayahnya untuk berhenti memukul. Tetapi ia terlalu takut, kakinya gemetar, ia hanya menangis dan menangis, kemudian tertidur karena kelelahan mengeluarkan air mata semalaman.
Keesokan paginya ia berusaha mencari ibu, tapi ibu sudah tidak ada. Ia pergi ke kamar, ke ruang tamu, ke dapur bahkan ke ruang duduk tempat ibu biasa membaca majalah lama di sore hari. Tapi ia tidak menemukannya. Ia bertanya kepada ayahnya yang menjawab dengan sebuah tamparan di wajahnya, dia makin bingung dan ketakutan. Yang hanya ia tahu setelah itu, ia tidak bisa menemukan ibunya lagi.
Dimulai dari hari itu ayahnya makin kerap memukul dan memakinya. Kadang walaupun tidak ada salah ayahnya bisa menendang dan mengusirnya keluar rumah. Kadang juga ayah pulang dengan wanita yang tidak ia kenal, yang biasanya ia panggil tante, dan sepertinya ayah lebih sayang kepada tante daripada dirinya. Karena tante dipeluk dan dimanja ayah sedangkan jika ia datang ayah akan berteriak dan memaki atau memukul dirinya. Ada apa dengan ayah? Ia tidak mengerti, kenapa ayahnya berubah.
Yang ia bisa nalar dengan otak kanak-kanaknya saat itu adalah sifat ayah berubah mungkin karena ibu tidak di rumah. Jadi jika ibu sudah di rumah kembali ayah pasti akan seperti biasa kembali, tapi ibu tidak kunjung datang dan ayah makin mengerikan tiap hari. Karena itu ia berdoa kepada Tuhan untuk membawa ibunya pulang, ia ingin melihat ibunya di dapur dan menciumnya setiap waktu. Ia ingin menjemput ayahnya sepulang kerja dan bersandar di bahu ayahnya yang besar. Ia berjanji tidak akan nakal lagi, akan patuh dan mulai rajin membaca dan belajar, ia akan penuhi semua itu kepada Tuhan asalkan Tuhan membawa ibunya kembali ke rumah.
Kakak sekolah minggu itu tertegun mendengar kisahnya, tangannya membekap mulutnya, matanya penuh dengan air mata yang siap tumpah kapan saja. Ia kehabisan kata mendengar cerita polos dari anak usia enam tahun yang duduk di depannya. Ia hanya bisa memeluk anak itu dalam pelukan terhangatnya, memanjatkan sebuah doa agar keluarga mereka bisa bersatu kembali sambil berbisik.. "Tenang sayang, semuanya pasti akan baik-baik saja..."
18 tahun kemudian
Mila jatuh cinta untuk kesekian kalinya, tetapi yang ini berbeda menurutnya.. kali ini benar-benar membuatnya mabuk kepayang. Ia jatuh cinta pada pria tampan yang memikat hatinya dua bulan belakangan ini, sosok tegap dan besarnya membuat dirinya merasa aman setiap berada di dekat pria tersebut. Wajahnya, suaranya, kedewasaannya membuat Mila jatuh cinta setiap hari akan kekasihnya, ia benar-benar memujanya. Hatinya makin bergetar ketika pria tersebut menawarkan masa depan dan ia menyambut uluran itu. Ia sangat yakin untuk menghabiskan waktu dengannya sampai hingga selamanya.
Saat ini..
Ia terisak menahan aliran air mata yang terus membanjiri wajahnya, tubuhnya melemah karena pertengkaran yang tiada henti. Ia menunduk berusaha mengumpulkan kekuatan untuk bangkit, tetapi terlalu lemah dan terjatuh kembali. Samar-samar ia mendengar tangis di sisi kirinya, ia melihat dua malaikat kecilnya yang menangis di pojokan. Sedih jika melihat kenyataan bahwa mereka harus melihat keadaannya saat ini tapi ia tidak peduli, ia harus mempertahankan diri.
Ia bangkit dan mengusir sosok pria di depannya, pria yang dahulu di pujanya.. pria yang dahulu meyakinkannya untuk menghabiskan waktu bersama. Pria itu terlihat berang tetapi seperti kehabisan tenaga juga untuk beragumentasi lagi, ia meraung marah dan kemudian membanting pintu kemudian pergi. Salah satu malaikat kecil itu berusaha mengejar pria tersebut tetapi tangannya tak cukup tinggi untuk menggapai pegangan pintu.
Mila melemah, ia terduduk dan terjatuh kembali. Ia menahan semua emosinya untuk tidak berteriak dan menangis, ia ingin sendiri. Malaikat yang lain berusaha mendatanginya dengan terisak dan bertanya ada apa dengan kedua orang tuanya, Mila hanya menepis pelukan itu, meninggalkan kedua bocah itu terisak dan menyembunyikan dirinya dibalik pintu kamar. Ia ingin sendiri, menurutnya ia membutuhkan waktu untuk menyembuhkan hatinya.
Yang Mila tidak sadari adalah di balik pintu tempat ia bersembunyi ada dua hati yang lebih terluka. Dua hati yang tidak mengerti dan ketakutan akibat pertengkaran tersebut. Dua hati yang sangat terluka dan membutuhkan pelukan hangat kedua orang tuanya seperti dirinya dahulu.
***
p.s: Cerita ini tidak bermaksud untuk menyindir kehidupan siapapun, hanya menceritakan kisah seorang teman yang telah disamarkan nama dan waktu kejadian. Cerita ini hanya ingin mengembalikan ingatan kita jika dahulu kita pernah tersakiti untuk tidak menyakiti hati lain. Semoga selalu bijak untuk memilih dan bisa menyelesaikan setiap permasalahan dengan cara yang lebih dewasa.
Comments
Post a Comment